ANTIHISTAMIN (I)

"ANTIHISTAMIN (I) : Turunan Kolamin dan Etilendiamin"

Defenisi Histamin dan Antihistamin

Histamin merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kelainan akut dan kronis, sehingga perlu diteliti lebih lanjut mekanisme antihistamin pada pengobatan penyakit alergi. Histamin memiliki peranan yang penting dalam patofisiologi penyakit alergi. Histamin adalah amina dasar yang dibentuk dari histidin oleh histidine dekarboksilase. Histamin ditemukan pada semua jaringan, tetapi memiliki konsentrasi yang tinggi pada jaringan yang berkontak dengan dunia luar, seperti paru-paru, kulit, dan saluran pencernaan.

Histamin adalah senyawa kimia yang didistribusikan secara luas dalam tubuh, ditemukan di seluruh organisme, memberikan efek melalui interaksi dengan reseptor histaminergik H1R, H2R, H3R, dan H4R. Histamin aktif secara biologis dari efek lokal, tetapi terlibat dalam pengaturan berbagai proses dalam tubuh, berperan sebagai mediator peradangan, reaksi hipersensitivitas, asma, antiinflamasi nonsteroid dan alergi rhinitis. Berfungsi pada regulasi vaskular, usus, rahim, dan tonus otot polos bronkial, serta sekresi asam lambung.

Histamin juga berperan pada penyakit migrain, parkinson/ PD, berpengaruh dalam proses tidur, asupan makanan, dan kontrol memori. Berpartisipasi dalam pengaturan fungsi jantung, resistensi perifer, dan sirkulasi volume darah, kanker, kanker payudara, obesitas, osteoporosis, leukemia akut dan Alzheimer. Sebagian besar penyakit ini dapat dilakukan pengobatan dengan menargetkan H4R.

Antihistamin (antagonis histamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblokir reseptor histamin. Histamin merupakan derivat amin dengan berat molekul rendah yang diproduksi dari L-histidine. Ada empat jenis reseptor histamin, namun yang dikenal secara luas hanya reseptor histamin H-1 dan H-2. Reseptor H-1 ditemukan pada neuron, otot polos, epitel dan endotelium. Reseptor H-2 ditemukan pada sel parietal mukosa lambung, otot polos, epitelium, endotelium, dan jantung. Sementara reseptor H-3 dan H-4 ditemukan dalam jumlah yang terbatas. Reseptor H-3 terutama ditemukan pada neuron histaminergik, dan reseptor H-4 ditemukan pada sum-sum tulang dan sel hematopoitik perifer. Istilah antihistamin pertama kali ditujukan pada reseptor antagonis H-1 yang digunakan untuk terapi penyakit inflamasi dan alergi.

Antihistamin banyak digunakan untuk pengobatan berbagai kondisi, termasuk reaksi alergi akut, rhinitis alergi, konjungtivitis alergi, asma alergi, urtikaria dan dermatitis atopic.

Kerja Obat Antihistamin

Obat antihistamin bekerja dengan menghalangi pelepasan histamin ke dalam tubuh histamin dilepaskan ketika tubuh bereaksi terhadap alergen seperti debu jamur atau bulu binatang peliharaan pelepasan histamin menyebabkan kelenjar di hidung atau mata membengkak dan mengeluarkan lendir untuk mencegah alergen masuk lebih dalam ke tubuh namun efek histamin sering lebih mengganggu daripada alergen itu sendiri dengan membatasi kemampuan tubuh untuk mengeluarkan histamin respon alergi bisa dikurangi.

Terdapat beberapa jenis antihistamin yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor reseptor histamin, diantaranya :

1.    Antagonis reseptor histamin H-1

Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah chlortrimeton (CTM), difenhidramin, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine dan prometazin

2.    Antagonis reseptor histamin H-2

Reseptor histamin H-2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerja nya dalam meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H-2  (antihistamin H-2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refleks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidin, famotidin, ranitidin, nizatidin, roxatidin dan lafutidin.

3.    Antagonis reseptor histamin H-3

Antagonis H-3 memiliki khasiat seperti stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer’s dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan dan clobenpropit.

4.    Antagonis reseptor histamin H-4

Memiliki khasiat immunomodulator (menstabil reaksi imun) sedang diteliti khasiatnya sebagai anti inflamasi dan analgesic. Contohnya adalah thioperamida. beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin.  Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Promethazine adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil mampu mencegah pelepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast (sel yang melepaskan mediator alergi).

Antagonis H-1 disebut antihistamin klasik atau antihistamin H-1. Antagonis H-1 bermanfaat untuk mengurangi gejala alergi karena musim atau cuaca. Antagonis H-1 juga kurang efektif untuk pengobatan asma bronchial dan shock anafilaksis. Dan antagonis H-1 dapat menimbulkan efek potensiasi dengan alcohol dan obat penekan saraf pusat.

Antagonis reseptor H-1 dapat dibagi menjadi generasi pertama dan generasi kedua.

1)   Antagonis H-1 generasi pertama

H-1 antihistamin menembus kedalam otak sehingga menyebabkan sedasi, mengantuk, kelelahan dan gangguan konsentrasi dan ingatan karena selektifitas reseptor burukdan sering berinteraksi dengan reseptor biologic amina lainnya yang menyebabkan efek antimuskarinik, anti-adrenergik, dan antiserotonin yang menyebabkan efek merugikan pada proses belajar pada anak-anak. Pada orang dewasa menurunkan kemampuan bekerja dan mengemudi.

2)  Antagonis H-1 generasi kedua

Antihistamin generasi 2 (1980) yang lebih baru lebih aman, efek sedasi kurang dan lebih berkhasiat. Tiga obat yang banyak digunakan untuk meringankan gejala pada urtikaria, desloratadine, levocetirizine dan fexofenadine. Levocetirizine dapat menyebabkan somnolen pada individu yang rentan, sedangkan fexofenadine memiliki durasi aksi relatif singkat dan mungkin perlu diberikan dua kali sehari. Meskipun desloratadine kurang manjur, namun memiliki kelebihan jarang menyebabkan rasa somnolen dan memiliki durasi aksi yang lebih lama.

Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan. Generasi pertama lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini dikarenakan generasi pertama kurang selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf pusat (SSP) lebih besar dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih banyak dan lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi kemampuannya melintasi otak.

Efek samping antagonis H-1 

Efek sampingnya antara lain mengantuk, kelemahan otot, gangguan koordinasi pada waktu tidur, gelisah, tremor, iritasi, kejang dan sakit kepala.

1)   Turunan eter aminoalkil (kolamin)


Memiliki aktivitas antikolinergik karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol. Golongan ini mempunyai aktivitas antikolinergik nyata, yang mempertinggi aksi pengeblokan reseptor H1  pada sekresi eksokrin.  Contohnya : Difenhidramin HCL, Karbinoksamin Maleat, dan Klemastin Fumarat

Diphenhydramin

a)    Farmakodinamik

          Obat diphenhydramine berperan sebagai antagonis reseptor histamine H1. Diphenhydramine bersaing dengan histamine untuk menempati resptor histamine H1 disaluran cerna, uterus, pembuluh darah besar dan bronkus. Ikatan obat diphenhydramine dengan reseptor histamine H1 mengurangi efek negative yang diakibatkan oleh ikatan histamine bebas dengan reseptor histamine H1 seperti reaksi inflamasi, vasodilator, bronkokonstriksi dan edema. Antihistamin diphenhydramine dapat melewati sawar otak dan dapat berikatan dengan reseptor histamine H1 di otak sehingga dapat menyebabkan efek sedasi. Diphenhydramin memiliki efek antikolinergik. Efek kolinergik ini berperan sebagai antidiskinesia untuk mengurangi gejala penyakit Parkinson.

b)   Farmakokinetik

-   Absorbsi: Obat di absorpsi di saluran pencernaan. Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak sekitas 1-4 jam.

-  Distribusi: Diphenhydramin didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk system saraf pusat. Obat ini berikatan dengan protein plasma 98-99%.

-  Metabolisme: Metabolismenya terjadi di hati. Diphenhydramine dapat dimetabolisme di hati menjadi N-Desmetildiphenhydramine dan dipfenhidramin N-glukoronida.

 Ekskresi: Diphenhydramine di ekskresikan melalui urin dalam bentuk metabolit walaupun sebagian kecil bisa berbentuk obat utuh. Waktu paruh eliminasi dari tubuh : 2,4-9,3 jam

2)  Turunan etilendiamin

Rantai 2 atom C : penghubung gugus diaril inti dengan gugus amino tersier. Etilendiamin mempunyai efek samping penekanan CNS dan gastro intestinal. Contoh obat : 

a)    Antazolin HCL (Antistine) 

Mempunyai aktivitas antihistamin yang lebih rendah dibandingkan etilendiamin lain.  Antazolin mempunyai efek antikolinergik dan lebih banyak digunakan untuk pemakaian setempat dan dua kali lebih besar dibanding prokain HCl. 

b)   Tripelenamin HCl (Azaron, tripel)

Mempunyai efek antihistamin sebanding dengan difenhidramiin dengan efek samping yang lebih rendah. Tripelenamin juga digunakan untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi setempat. Efektif untuk pengobatan gejala alergi ulit, seperti pruiritis dan uritakaria kronik.

c)    Mebhidrolin nafadisilat

Senyawa ini tidak menimbulkan efek analgesic dan anestesi setempat. Mebhidrolin digunakan untuk pengobatan gejala pada alergi dermal, seperti sermatitis dan eksem, konjungtivistis dan asma bronkinial. Penyerapan obat dalam saluran cerna relative lambat karena plasma tertinggi dicapai setelah kurang lebih 2 jam dan menurun secara bertahap sampai 8 jam.


 

Masalah :

1.    Apa saja efek histamin yang dapat di timbul pada beberapa organ?

2.    Kenapa antihistamin generasi kedua lebih baik digunakan daripada antihistamin generasi pertama?

3.  Manakah turunan antihistamin yang memiliki efek sedasi rendah dan yang paling aktif?

 

DAFTAR PUSTAKA

Sari, F. dan S. W. Yenny. 2018. Antihistamin Terbaru Dibidang Dermatologi. Jurnal Kesehatan Andalas. 7(4) : 61-65.

Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 2 Edisi 2. Airlangga University Press, Surabaya.

Zein, U. dan E. E. Newi. 2019. Buku Ajar Ilmu Kesehatan. DeePublish, Yogyakarta.

Komentar

  1. Assalamualaikum annas, mauli izin menjawab pertanyaan nomor 2 yaa,
    Jadi kenapa antihistamin generasi kedua lebih baik di banding antihistamin generasi pertama? Ini dikarenakan generasi pertama lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini dikarenakan generasi pertama kurang selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf pusat (SSP) lebih besar dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih banyak dan lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi kemampuannya melintasi otak. mohon koreksinya annas, terimakasih .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih jawabannya mauli, Iya sudah benar. Sedikit tambahan lagi ya. Antihistamin generasi kedua disukai karena memiliki karakteristik selektif reseptor histamin yang lebih tinggi dan daya tembus sawar darah-otak yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan efek sedatif dan gangguan psikomotor menjadi minimal.

      Hapus
  2. Artikel ini benar-benar mudah di fahami terimakasih

    BalasHapus
  3. Artikel nya sangat menarik 👍👍
    Informasnya sangat bermanfaat

    BalasHapus
  4. Waah artikelnya bermanfaat sekali

    BalasHapus
  5. Terima kasih,artikelnya menarik dan bermanfaat banged👌

    BalasHapus
  6. Hallo annas izin menjawab nomor 3 turunan antihistamin mana yang memiliki efek sedatif yang rendah yaitu Turunan alkilamin merupakan antihistamn dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relative rendah.
    Contoh : feniramin maleat, bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat dan triprolidin HCl.

    BalasHapus
  7. Terimakasih artikel nya sangat bermanfaat

    BalasHapus
  8. Uhuuyyy terimakasih banyak atas sunshine nya kakak

    Alhamdulillah di beri hidayah:))

    BalasHapus
  9. Terimakasihhhh untuk artikelnyaa :)) semoga memberi manfaat untuk kesejahteraan mahasiswa kakk :))

    BalasHapus
  10. izin menjawab pertanyaan no 2 hal ini dikarenakan beberapa alasan yakni yang pertama efek samping dari gen 1 yang dapat menyebabkan rasa kantuk sehingga akan lebih cocok menggunakan antihistamin gen 2 dan jugaa kemampuan obat gen 2 yang mumpuni diberbagai bidang mulai dari kemampuan berikatan dengan protein plasma,rendahnya efek sedatif dsb

    BalasHapus
  11. Izin menjawab pertanyaan nomor 1
    Histamin menimbulkan efek yang bervariasi pada beberapa organ. Antara lain :
    1. Vasodilatasi kapiler sehingga permeabel terhadap cairan dan plasma protein
    2. Merangsang sekresi asam lambung sehingga menyebabkan tukak lambung
    3. Meningkatkan sekresi kelenjar
    4. Meningkatkan kontraksi otot polos bronkus dan usus
    5. Mempercepat kerja jantung
    6. Menghambat kontraksi uterus

    BalasHapus
  12. Waah artikelnya sangat bermanfaat

    BalasHapus
  13. Terimakasih banyak atas ilmunya, artikelnya sangat bermanfaat🙏

    BalasHapus
  14. Makasih banyak ilmunya, blognya sangat bagus, lengkap disertai dengan contoh juga 😍

    BalasHapus
  15. Terima kasih atas materinya kak

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HEMATOLOGI (II) : Fibrinolisis dan Antifibrinolitik

RHEUMATOID ARTHRITIS

HEMATOLOGI (I)